Jordan Yorry Moula, Jembatan Tiga Palu Jadi Saksi Latihan Gila Sang Legend (Seri 2)

SportZ.id menampilkan rubrik legendary olahraga Sulteng. Rubrik ini menapilkan kisah-kisah legenda olahraga Sulteng. Tentu banyak legenda olahraga Sulteng yang berjasa bagi kemajuan Sulteng dari level daerah hingga internasional. Kali ini dimulai legenda yang masih hidup dan berkarya hingga sekarang.

 

Jordan Jorry Muola Lasut menjalani latihan ekstrim tahun 1900an. Sungai jembatan tiga Palu menjadi saksi biksu latihan sang legend.

Setelah pulang dari Kejurnas 1990, Yorry merasakan sakit yang luar biasa. Sakit karena tidak meraih medali di kejurnas yang dilaksanakan di Palangkaraya.

Persiapan Kejurnas 1990 Yorry yang baru berusia 17 tahun sedikit sombong dengan latihannya. Padahal putra daerah Pendolo, Poso itu menjalani latihan ekstra pagi, siang dan sore selepas pulang sekolah di SMA Advent Palu.

Pagi pukul 04.30 saat matahari belum beranjak, Yorry jogging dari Maesa ke jembatan tiga. Setelah latihan ia pulang joging lagi ganti baju sekolah menuju sekolah tiba pukul 08.00.

“Saya tiba di sekolah terlambat, syukurnya guru-guru mendukung saya. Hanya kadang teman-teman saya sering menggoda, Yorry so mo itam ngana, so mo baotot,” kata Yorry mengisahkan saat latihan siang hari usai pulang sekolah.

Namun godaan kawannya itu ia anggap sebagai cambuk semangat menggapai impiannya.

Sebagai junior, Yorry latihan bersama seniornya Andi Lanto dan Bahrizal, keduanya dilatih Haryono dan Salma. Persiapan kejurnas itu dilaksanakan sekitar sebulan.

Dari hasil tes bersama menentukan double dan single, Yorry unggul di single canoe.  Memang Yorry merasa tertantang menekuni canoe, karena menurutnya cabor dayung adalah cabor yang tidak dicurangi.

“Alasan saya memilih dayung karena pemenangnya tidak ditulis pakai pulpen, jadi saya pasti tidak diakal,” kata Yorry mengisahkan pengalamannya bersama wartawan olahraga sportz.id, di kantornya Kabid TKIP Dinas Dikbud Sulteng sekitaran Januari 2024.

Saat mau berangkat, Yorry menanyakan ke Haryono terkait peluangnya meraih medali. Tapi Haryono hanya menjawab, bakuat saja (pakaroso).

“Saat mau tidur, jawaban pelatih saya Mas Haryono itu terulang-ulang terus di kepala saya. Berarti saya ini belum bisa ukur kekuatan lawan. Sampai saya tidak bisa tidur,” kata Yorry.

Hari kejurnas pun tiba …….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *